Ahlan Wa Sahlan.. Walcome.. Sugeng Rawuh..

Selamat datang di blog kami.. Ini sekedar catatan kecil kami tentang hidup :D

Pages

Selasa, 31 Desember 2013

Lebah..


“Demi zat yang jiwa Muhammad ada digenggamanNya, Sesungguhnya perumpamaan seorang mu’min adalah seperti lebah. Ia makan yang baik baik, mengeluarhkan yang baik baik, dan bila hinggap di dahan ia tak pernah membuat patah” (H.R Ahmad)

Kecil, mungil...
namun ternyata hewan imut ini sungguh istimewa dan filosofinya bermakna mendalam.

-Hampir  tidak pernah kita melihat lebah yang hinggap di tempat sampah atau apapun yang kotor.  Ia selalu hinggap pada bunga yang indah lagi bersih.. Tak pernah merusak namun justru membantu nya dalam penyerbukan hingga menjadi buah serta  mampu memberikan keseimbangan lingkungan.

-Meskipun kecil tubuhny mungil, Ia memberikan maanfaat yang begitu besar untuk manusia. Dari perutnya keluar  berbagai macam cairan yang menyehatkan dan menyembuhkan penyakit. Ada madu, beepolen, royal jelly, dan propolis. Semuanya mempunyai manfaat yang luar biasa untuk kesehatan manusia.

“....Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (An-nahl: 69)

-Lebah tak an menyakiti  jika ia tersakiti.. Adapun sengatanya hanya sekedar untuk menlindungi diri.. Ia justru selalu memberikan  kebaikan di lingkungan sekitarnya.

-Lebah salah satu hewan yang lihai dalam berorganisasi. Mereka adalah oraganisator yang baik yang menjaga betul asas kerjasama dan kekompakan. Mereka juga tipe pekerja keras. Mereka bahkan rela menempuh jarak ratusan kilo meter untuk mencari makan dan seringkali memberikan makanan kepada yang lebih muda. Mereka juga mengeluarkan sekuat tenaga membangun rumah dan menjaga kebersihan rumahnya demi mengikuti seruan Alloh Subhanahuwata’ala:

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", (An-nahl: 68)

Barangkali masih ada lagi beberapa keistimewaan hewan mungil ini.. hingga namnya diabadikan oleh Alloh Subhanahuwata’ala sebagai nama salah satu surah dalam Alquran yang suci.

Lantas.. mampukah kita seperti LEBAH? J *bee

Senin, 30 Desember 2013

Kepada para singlewan/wati, jomblowan/wati yang sedang menanti tambatan hati.. ^^ Teruntuk juga yang sedang dalam proses ta’aaruf :D ;)

Apa kira-kira yang kita fikirkan tentang sebuah pernikahan?


Banyak yang tau dan faham bahwa pernikahan itu salah satu penyempurna agama. Ibarat volume, sebelum menikah kita hanya setengan isi setengah kosong. Maka dengan pernikahan ini dalam beragama kita akan menjadi full sempurna. Namun, terkadang kita lupa dengan esensi dari pernikahan itu sendiri. Untuk menjadi full dan sempurna ini jelas bukan sembarangan dan hanya sekedar ijab qobul, sah, dan status berubah saja. Konsekuensi kesempurnaan agama ini  tentu membutuhkan niat yang benar, persiapan, dan perjalanan yang tak sederhana. Separo agama loh.. separo!

Dimulai dari niat..
Mari kita tengok sejenak hati kita. Apakah sudah betul niat menikah itu lurus karena Alloh? Niat ibadah, mengikuti sunnah Rosulullah solallahualaihiwassalam , menyempurnakan separo agama? Atau.. hanya karena membayangkan yang enak-enak saja sehingga kebanyakan singlewan/wati atau jomblowan/wati merasa “ngebet” ingin menikah? Yang laki-laki misalnya.. yang awalnya hidup terlontang lantung sendirian kini saat pulang ke rumah ada yang menyiapakan makanan, ada yang mijitin dll. Atau.. yang perempuan, merasa akan ada yang menanggung finansialnya sehingga ia tak usah lagi bekerja? Dll. Nah.. kalau seperti itu, kok enak sekali sepertinya menyempurnakan separo agama itu? Saya ulangi lagi bro.. sist.., separo! -_-‘ apalagi yang hanya sekedar mencari legalitas, padahal sebelumnya sudah (maaf) sering kumpul kebo. Naudzubillah... >_<

Fase persiapan...

Bersyukurlah wahai singlewan/wati yang masih diberikan kesempatan belum ketemu jodoh.. *hehe. Dalam sepanjang waktu hingga bertemu, manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mencari bekal persiapan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.. Teringat nasehat salah seorang teman bahwa penantian itu harus berkualitas. Nah, kualitas penantian inilah yang akan menjadi salah satu penentu apakah pernikahan kita berkualitas juga atau tidak. Saya juga sering mendapatkan cerita dari beberapa teman yang kebetulan sudah berlayar lebih dulu di bahtera rumahtangga bahwa ternyata memang pernikahan itu tidak sederhana. Butuh bekal yang benar-benar mantap. Dalam pernikahan kemungkinan besar kita akan mendapatkan  kejutan-kejutan baik kejuatan menyenangkan atau tidak pastinya.

Selama masih dalam penantian, paling tidak kita bisa memaksimalkan untuk berburu ilmu (maksudnya bekal menuju bahtera), mulai on dengan kebiasaan-kebiasaan baik dan mengurangi kebiasaan-kebiasaan buruk, perbanyak do’a, sempurnakan ikhtiar.. dan yang pasti sebelumnya kita luruskan niat dulu.. plus tingkatkan juga kualitas ibadahnya, biar lebih mantab nanti pas prakteknya. *aseekk ^_^ Termasuk juga pasangan harus mempersiapakan juga bekal ilmu pendidikan untuk anak agar mampu melahirkan generasi-generasi rabbani penerus umat.

Dalam pernikahan juga dibutuhkan persiapan psikis yang matang. Keharmonisan rumah tangga tentu sangat tergantung pada aspek ini. Salah satunya adalah masing-masing pasangan harus dapat memahami satu sama lain. Kualitas komunikasi harus dijaga, mampu bekerjasama dengan baik, kompak dll. Yang pasti pernikahan juga butuh retorika.. J jangan sampai keharmonisan hanya seumur jagung *naudzubillah..

Saya teringat kata-kata seorang senior  yang beberapa kali mengamati pasangan-pasangan yang baru saja menikah dan gembar-gembor mempamerkan keromantisanya di FB, BB dan media sosial lainya. Kata beliau “saya cuma senyum-senyum aja kalau liat anak-anak pada pamer keromantisan di FB sambil dalam hati berkata.. sekarang kayak gitu.. coba liat saja nanti kalau sudah 5-10 thun umur pernikahan”. Mendengar itu itu saya yang belum menikah rasanya jadi ikut mekjleb. Ya.. terlepas dari itu, tentu sekali lagi saya katakan bahwa kualitas pernikahan itu tergantung dari diri kita sendiri yang menjalani dan bagaimana persiapan kita.

Pernikahan itu harus disegerakan namun tidak terburu-buru..

"Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah,
maka tidaklah ia termasuk golonganku." (HR Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).

Nabi kita juga mengingatkan, "Bukan termasuk golonganku orang yang merasa
khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah."
(HR Ath-Thabrani).

Konteks segera dan terburu-buru ini harus difahami sebagai makna yang berbeda. Kalau saya mencoba menyimpulkan bab ini dalam buku “kado pernikahan” karya ustadz fauzil adzim, bawa menyegerakan disini yang dimaksud adalah tidak mempersulit segala proses menuju pernikahan jika Alloh sudah memberikan kelapangan jalan.. serta menyederhanakan prosesnya termasuk teknis. Sedangkan tergesa-gesa ibarat menanak nasi karena terlalu lapar lantas kita menyudahi memasak dan membiarkan nasi yang masih mentah masuk ke dalam perut kita. Kemungkin besar yang terjadi adalah rasanya tidak terlalu enak dan menjadikan perut sakit. Intinya adalah pernikahan itu butuh ilmu.. butuh persiapan yang matang, tak hanya persiapan fisik, psikis, materi tetapi juga ilmu. Pernikahan bukan hal yang sederhana namun dengan persiapan yang matang insyaAlloh pasawat yang melaju keudara akan tetap sampai pada tujuan akhir meskipun ditengan perjalanan terjadi hujan bercampur awan hitam dan petir.

Hakikat pernikahan..

Pernikahan itu adalah kesucian.. sebuah ikatan yang berat (mitsaaqan Ghalizah) menjadikan yang haram menjadi ibadah, yang dilaknat menjadi penuh rahmat, yang biasanya dikerjakan sendiri skarang bisa lebih barokah karena dikerjakan bersama, yang tidak pernah bunuh yahudi, sekarang bisa membunuh yahudi seminggu sekali (*eehh). Aktivitas sehari-haripun bisa berlipat lipat pahalanya, dari mencuci baju suami, menanakkan nasi, apalagi mengasuh dan mendidik anak dll. Dengan pernikahan, maka akan lahirlah generasi-generasi rabbani penerus umat.

Selain itu pernikahan seharusnya menjadikan semangat da’wah semakin membara, bukan malah sebaliknya. Dengan pernikahan justru dua aktivis da’wah bisa saling menguatkan dan menasehati satu sama lain. Dalam buku “di jalan dakwah kami menikah”, Ust. Cahyadi takariawan berpesan bahwa prosesi pernikahan dan kekeluargaan harus diletakkan dalam kerangka dakwah, karena islam telah memberi amanat kepada kita untuk menunaikan pekerjaan kenabian ini yaitu, da’wah lillah.

Nah, kalau semua ini tidak didasari dengan ilmu dan niat yang tulus karena Alloh, niat ibadah, niat mendapatkan ridho Alloh, ya.. rasanya sayang sekali. Jadi, kita kembalikan lagi bahwa segala sesuatunya tergantung pada niat.

Saya pribadi belum punya pengalaman pernikahan, tapi paling tidak pernah belajar, mendengar cerita, dan diam-diam belajar dari mengamati nyak dan babe. Hehe.. Sehingga saya merasakan pernikahan itu memang butuh niat yang benar dan persiapan yang mantab.. kudu siap lahir, batin, mental de el el pokoknya. Berfikir pernikahan tak hanya jangka pendek, tapi juga harus jangka panjang (*ini sebenarnya inti dari tulisan ini :D )

Terakhir.. saya teringat kata-kata seorang teman..^,^

11. Kapal itu akan kuat jika punya dasar.. begitu juga pernikahan, ia harus punya dasar yang kuat yaitu aqidah islam.
22. Kapal akan berjalan dengan mudah dan baik jika nahkoda dan awak kapal kompak, begitu juga pernikahan.. kekompakan suami dan istri sangat menentukan ini
33. Kapal akan berjalan dengan tenang jika tak ada ombak yang besar, begitu juga pernikahan tak cukup hanya keluarga saja yang bagus, tetapi juga harus bisa menciptakan suasana lingkungan yang “tenang”, sedangkan lingkungan yang baik dan tenang ini akan terwujud jika masyarakat sudah sesuai dengan aturan Sang Pembuat Hidup (Bee)


*Kepada para pembaca, coretan singkat ini sesungguhnya asli buat menasehati diri saya sendiri, meskipun tulisanya gak bagus. Hihi.. Kalaupun bermanfaat, ya.. alhamdulillah :D

Senin, 09 Desember 2013

Da'wah Pembinaan (Membangun Karakter Muslim)



Tulisan ini sekedar sharing dari pengalaman saya sebagai insan pembelajar yang masih belum banyak ilmunya dan selalu haus akan cucuran air kehidupan penyejuk nafsh dan Qolb.

Beberapa tahun ini saya merasakan betapa saya sedang berusaha mencari berbagai cara untuk bisa menerapi diri sendiri (untuk orang lain juga) agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik, dan terus bisa memperbaiki diri setiap waktu menuju detik-detik dimana saya harus bisa mempertanggung jawabkan segala polah tingkah di dunia yang fana ini dihadapan Sang Pencipta, Melihat pribadi saya yang lebih banyak sekali sisi negatifnya dibandingkan dengan sisi positifnya. Meskipun sampai pada detik ini saya masih merasa belum menjadi pribadi terbaik. Saya melihat orang-orang disekeliling saya masih begitu banyak yang lebih shalih, tawadhu’, dan lebih kaffah dalam menjalakan kehidupan sebagai seorang muslim yang mempunyai tujuan besar. Ridho Alloh untuk bisa mencapai syurga yang dirindu..

*Tentang terapi jiwa... “lantas psikologi yang kamu pelajari selama ini???? Kemana???”

Ilmu psikologi yang notabene berasal dari “barat” yang dibawa oleh orang-orang non muslim bahkan atheis sakalipun yang selama ini saya pelajari ternyata memang tak cukup untuk bisa menjadikan manusia menuju kategori “insan kamil”. Terapi-terapi yang sifatnya duniawi sering kali tidak memberikan kepuasan dan ketenangan jiwa ketika saya merasakan berbagai kesulitan hidup dan mencari apa yang dicari di dunia ini. Barangkali salah satunya karena kekuatan dari segala kekuatan (anchor) yang ada pada psikologi barat bukanlah “ALLoh”. Bahkan beberapa tokoh psikologi mengatakan bahwa Tuhan adalah buah dari ilusi dan delusi manusia. Saya tidak mengatakan bahwa semua teori psikologi barat itu salah., namun terkadang memang kami sebagai “tiang” psikologi merasa tak puas bahkan mengernyitkan dahi saat belajar psikologi barat ini.

Ya, sikap skeptis kami (termasuk saya) dengan psikologi barat ini membuat kami tergerak dan bersemangat (Mboh Pie carane) untuk bisa mencari ilmu jiwa yang sesungguhnya.. Saya pribadi akhirnya memilih “nyemplung” ke sebuah oraganisasi bernama “imamupsi” yang orang-orang di dalamnya memang mepunyai tujuan kurang lebih sama seperti saya. Kami terus menggali dan menggali, mengembangkan dari mulai kajian, diskusi, sekedar kongke-kongke ngopi bareng sharing-sharing dll, sampai melanglang buana ke para punggawa psikologi islam. Meskipun memang menurut saya konsep psikologi islam sendiri sebenarnya secara epistimologi masih belum ada titik satu pemikiran dari berbagai tokoh psikologi islam. Ada yang mengatakan psikologi islam esensinya adalah psikologi berbasis syariat, ada yang mengatakan psikologi tasawuf, dll. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa tak perlu ada nama psikologi islam yang terpenting adalah penerapan psikologi mengandung nilai-nilai islam. Fine.. bagi saya, itu tidak begitu penting..

*Lantas apa hubunganya psikologi dengan da’wah pembinaan mbakyuu??

Ok, Kita beralih ke da’wah pembinaan...

Ada banyak hubungan psikologi dengan da’wah, bahkan psikologi dan da’wah adalah satu tubuh yang tak bisa dipisahkan, karena dalam da’wah ada psikologi dan dalam psikologi ada da’wah (nah Loh??) Dalam hadist Rosulullah Solallahu’alaihiwasalam disebutkan bahwa:

“Di dalam Tubuh manusia ada segumpal daging, jika daging itu rusak, maka rusaklah manusia, jika daging itu baik, maka baiklah manusia. Segumpal daging itu adalah hati” (H.R Muslim)

Sebagai mana hadits di atas maka dapat dikatakan bahwa hati yang sehat akan membuahkan jiwa yang sehat pula serta meunculkan perilaku yang arif dan sesuai dengan syari’at Alloh ta’ala. Dalam dunia psikologi saat ini perilaku menjadi fokus pengkajian keilmuan, sedangkan pembahasan hati dan ruh sendiri hampir tidak ada, Namun disini saya tidak akan membahas secara mendalam tentang hati dan ruh itu sendiri. Pembahasan ini memerlukan kajian yang sangat mendalam.

Beberapa fungsi da’wah sendiri antara lain adalah pembentukan nilai dan karakter muslim, menanamkan nilai-nilai moral, syari’at, pembersihan hati, ruhiyah, dan mendekatkan diri kita kepada Alloh Ta’ala sehingga  menjadikan manusia sejahtera secara psikologis dan sehat secara mental. Hati dan ruh ibarat tumbuhan. Lalu bagaimana kondisi tumbuhan jika pemiliknya tak rutin menjaga, menyiran dan memupuknya? Tumbuhan ini sering dipupuk dan disiram agar tetap bertahan tumbuh atau paling tidak hidup dan tidak layu bahkan mati. Da’wah pembinaan yang sering disebut Liqo’, halqoh atau semacamnya ibarat aktivitas penyiraman yang dilakukan secara rutin. Da’wah pembinaan ini efeknya cukup luar biasa jika seseorang menjalankanya dengan niatan yang benar-benar ikhlas karena Alloh Ta’ala.

Saya pribadi tidak mengatakan bahwa saya mengikuti da’wah pembinaan ini ikhlas karena Alloh Ta’ala, karena ikhlas sendiri sesungguhnya Alloh yang menilai. Namun, saya sendiri merasakan bahwa da’wah pembinaan ini memang cukup berpengaruh dengan perubahan kehidupan saya. Saya dulu sering kali mengikuti aktivitas-aktivitas da’wah di kampus, namun saya merasa saat itu masih merasakan kering dan sering kali masih menunjukkan bahwa saya bukan seorang aktivis da’wah. Saya baru menyadari bahwa saat itu saya masih sangat jauh dengan Alloh dan sering kali lalai. Sifat dan perilaku negatif yang ada pada diri saya dominan sekali muncul, bahkan dalam memaknai kehidupan saya merasa tidak begitu mendalam.

Saya baru sadar bahwa kebutuhan saya yang lain saat itu belum terpenuhi. Saya baru sadar bahwa kesibukan-kesibukan yang dulu saya lakukan seperti tidak ada apa-apanya, bahkan aktivitas-aktivitas da’wahpun sering kali tidak murni karena Alloh. wallahu’allam.. sya tetap berharap bahwa apapun yang selama ini saya lakukan semoga menjadi amal ibadah disisi Alloh. Aamiin.. Akhirnya saya berkelana mencari-cari apa yang selama ini saya butuhkan. Di awal tulisan ini saya mengatakan bahwa ilmu psikologi yang saya tekuni ternyata tidak cukup menjadikan saya pribadi yang benar-benar bisa berperilaku sehat dan bermental sehat. Alloh! Ya, saat itu jelas saya mengenal Alloh, bahkan saya tidak hanya sekedar mengenal Alloh namun juga memahami bahwa siapa itu Alloh. Namun, Saya merasakan bahwa saat itu ternyata saya masih belum benar-benar menemukan kekuatan dan memahami Alloh sepenuhnya.

Saya berkelana (ngaji) tidak hanya pada satu golongan tertentu saja.. Saya mengaji dimana-mana, bahkan saya sempat mengikuti da’wak pembinaan pada tubuh dua harokah sekaligus. Ada yang mencibir saya oplosan, ada yang berfikir saya masih mencari jati diri mencari harokah, bahkan ada yang mengatakan saya menghianati harokah yang sebelumnya saya masuki. Whatever.. Saya tetap cuek.. karena niat saya belajar, ya belajar! Selain juga berniat mengenal dan merasakan langsung berada pada tubuh mereka, namun  bagi saya, itu juga merupakan bagian dari proses belajar. Saya tidak hanya mengikuti pembinaan rutin, diluar itu saya masih terus mencari dan mengikuti kajian apapun dan dimanapun terutama kajian-kajian bertemakan aqidah dan ruhiyah.

Saya merasakan bahwa kajian aqidah dan ruhiyah yang beberapa kali saya ikuti ini ternyata tidak sesimpel dan sedasar yang selama ini saya pelajari. Konseskuensi dari Tauhid misalnya, ternyata konsekuensi manusia bertauhid, konsekuensi manusia dilahirkan di bumi ini tidak sesederhana yang selama ini saya dapatkan.  Kajian ruhiyah yang saya ikuti sering kali semakin membuat saya merasa sangat kotor dan rasanya seperti mendapatkan tamparan atas dosa-dosa yang sering kali saya lakukan.

Kajian aqidah dan ruhiyah ini ketika dipadukan sungguh indah. Ditambah lagi dengan kajian-kajian dari materi psikologi islam.. Paket ini insyaAlloh cukup lengkap untuk menjadikan kita bisa lebih memaknai tentang kehidupan dan terus berusaha untuk menjadi insan kamil. Tapi kajian-kajian semacam ini saya katakan bahwa tidak cukup hanya sekali dua kali saja.. Sifatnya harus rutin dan pembinaan. Selain mendapatkan pembinaan, dengan berkumpul dengan orang-orang yang shalih shalihah kita juga bisa saling mengingatkan dan menasehati serta bertukar ilmu dll. Ini juga salah satu yang menjadikan jiwa dan ruh kita semakin kuat..


Saya merasakan bahwa program-program da’wah pragmatis tidak membuahkan hasil yang maksimal dan tidak membuat perubahan yang signifikan terutama dalam pembentukan karakter. Pembentukan karakter muslim yang sentiasa menjadikan Alloh sebagai puncak dari segala sumber kekuatan hidup sebaiknya dilakukan melalui pembinaan rutin diiringi dengan pedekatan psikologis personal, dan kultural. Maka dari itu sekali lagi saya katakan bahwa dakwah ibarat makanan dan air yang selalu dibutuhkan manusia sepanjang hayat. Makanan dan air ini tak cukup hanya sesuap dua suap dan airpun tak cukup hanya seteguk dua teguk untuk bisa menjadikan tubuh yang sehat. Saya sangat yakin dengan terus belajar dan mengikuti kajian di manapun dan kapanpun insyaAlloh akan memberikan dampak positif bagi kita selama kita mengerjakanya dengan ikhlas niat Lillah dan bisa mengambil segala sisi positif dan membuang sisi negatif dati berbagai tempat yang kita datangi sebagai majlis ilmu, harokah dll (ini dalam kontes tholabul ilmi, bukan aktivitas dakwah) terutama untuk mendapatkan kesejahteraan psikologis dan sehat secara mental, serta mempunyai karakter muslim yang sesungguhnya. *bee

Inspirasiku :D

Inspirasiku :D
Lahan dakwah ladang ILmu.. :)