Bismillahirrohmaanirrohim…
3 Tahun berkecimpung di dunia
pendidikan ternyata memang banyak hal yang kemudian dapat dijadikan pelajaran
termasuk juga pelajaran menjadi orang tua yang bijak. Aaahh… mungkin memang
tidak mudah menjadi orang tua bagi anak itu? >,<
Beberapa hari yang lalu saya
mendapatkan cerita dari umi fatim yang menghadapi wali murid super ngeyel dan keras
kepala. Cerita ini berawal dari salah seorang santri yang ternyata tertangkap
membawa tab. Setelah diketahui oleh bagian mahkama, akhirnya tab disita oleh
wali asrama. Setelah diselidiki, ternyata orang tua sendiri lah yang
mengizinkan anaknya untuk membawa tab tersebut, padahal sudah jelas
sejelas-jelasnya dalam peraturan, santri tidak diperkenankan membawa barang
elektronik. Singkat cerita, setelah orang tua mengetahui bahwa tab anak
tersebut disita, mereka merasa tidak terima dan meluapkan kemarahanya dengan
sangat tidak bijak bahkan didepan bagian kepesantrenan sekalipun. Puncaknya
adalah, ayah dari santri tersebut merasa tidak terima tab disita secara
permanen dan akhirnya tab tersebut dibanting hingga retak.
Allah….
Mendengar cerita ini benar-benar
tak habis fikir. Yang membuat heran dan pertanyaanya adalah, kenapa orang tua
punya niat menyekolahkan anak di pesantren, sudah tau peraturan-peraturan
pesantren yang jelas diadakan untuk kebaikan santri namun justru mendukung santri untuk melanggar
sendiri, setelah tertangkap dan anak harus mendapatkan konsekuensi, mereka
justru membela anak dan menghardik pihak pesantren. Lantas kalau seperti itu
kenapa dulu mau memasukkan anak ke pesantren?
Beberapa hari yang lalu saya
sempat ngobrol dengan beberapa anak. Kebetulan saat itu obrolan kami mengarah
pada peraturan tentang adab berbusana. Saya iseng tapi serius bertanya kepada
anak-anak: “Kalian cantik dan anggun sekali klo pakai baju dan krudung lebar
kayak gini, apa dirumah juga seperti ini?” beberapa anak mengatakan sampil
nyengir “Hehe pakai krudung paris us..” dan ternyata ada yang nyeletuk: “
Lah ust… di rumah sya pakai krudung besar kayak bgini malah dikomentari ibu”.
Heekk??? Yang membuat saya bertanya lagi. Dulu saat pendaftaran tentu orang tua
melihat pesantren dan melihat semua civitas pesantren berbusana yang sama
bahkan lebih lebar krudungnya. Tentunya konsekuensi yang secara otomatis
memberikan kebaikan ke anak ini dalam hal berbusana harusnya difahami orang tua
sejak awal. Lantas? Bagaimana bisa anak yang ingin berubah menjadi lebih baik,
justru dihalangi oleh orang tua itu sendiri??
Hari ini mendapatkan cerita lagi
dari wali asrama yang menemui salah seorang wali santri yang ternyata
memberikan fasilitas seluasluasnya kepada anak untuk “ber-korea ria”. Koleksi
kaset film korea, lagu lagu dan semcamnya ternyta dimuluskan untuk dikonsumsi
santri setiap kali penjengukan/perpulangan. Walhasil.. motivasi belajar anak
menjadi turun, anak sering melamun (Setelah ditanya, anak mengaku masih keinget
film2 korea yg telah ditontonya) dsb.. Lantas bagaimana nasib kedepanya anak
tersebut? Belum lagi dampak efeknya terhadap gaya hidup anak >,<
Ada lagi…
Ada salah satu wali santri yang
mengeluh sikap anaknya tetang kebiasaan meminta belikan baju setiap kali jadwal
penjengukan/perpulangan. Tak tanggung-tanggung yang diminta baju yang harganya
atasan saja mencapai 200an dan belinyapun seringkali tidak cukup 1. Orang tua
yang kebetulan memang mempunyai kemampuan finansial lebih ini mengaku bahwa ia
mampu saja merealisasikan keinginan anaknya setiap bulanya, dan ternyata setiap
anak meminta selalu diturutinya. Walhasil anak ketagihan.. sekarang kalau
sperti itu, apa nasehat dari pesantren saja cukup untuk bisa merubah hasrat
rutin anak tersebut?
Berbagai cerita tentang ketidak
singkronan orang tua dan keluarga dengan sekolah sebenarnya sudah dari sejak
saya disekolah pertama dan kedua sering saya jumpai. Dan orang tua- orang tua semacam
ini biasanya anaknya memang bermaslah.
Alright…
Saya sendiri belum punya
pengalaman mendidik anak sendiri. Tapi ketika difikir secara nalarpun
cerita-cerita diatas merupakan fenomena yang perlu dijadikan pelajaran. Kita
berniat mendidik anak menjadi lebih baik, mati-matian mengeluarkan uang yang
tidak sedikit dengan memasukan anak ke pesantren. Namun, ternyata kita sendiri
yang tidak mendukung anak untuk baik dengan tidak mau menaati peraturan pesantren,
bahkan ada yang menyalah-nyalahkan pesantren karena tidak terima dengan
konsekuensi.

0 komentar:
Posting Komentar